Rabu, 17 September 2025
Fenomena Hipogami : Memilih Pasangan Berstatus Lebih Rendah
Fenomena Hipogami : Memilih Pasangan Berstatus Lebih Rendah

Fenomena Hipogami : Memilih Pasangan Berstatus Lebih Rendah

Fenomena Hipogami : Memilih Pasangan Berstatus Lebih Rendah

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Fenomena Hipogami : Memilih Pasangan Berstatus Lebih Rendah
Fenomena Hipogami : Memilih Pasangan Berstatus Lebih Rendah

Fenomena Hipogami Saat Ini Sedang Ramai-Ramainya Terutama Karena Wanita Yang Memilih Pasangan Dengan Status Sosial Di Bawahnya. Hipogami adalah kecenderungan seseorang untuk memilih pasangan hidup yang memiliki status sosial, ekonomi atau pendidikan lebih rendah di bandingkan dirinya. Istilah ini merupakan kebalikan dari hipergami yaitu memilih pasangan dengan status yang lebih tinggi. Dalam masyarakat tradisional yang umum terjadi adalah hipergami karena norma yang menganggap pria seharusnya lebih unggul secara sosial dan ekonomi. Namun dengan meningkatnya kemandirian dan kesetaraan gender, Fenomena Hipogami kini mulai terlihat lebih sering. Terkhususnya pada perempuan yang memiliki karier sukses dan tingkat pendidikan tinggi.

Apalagi ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang memilih pasangan yang statusnya di anggap lebih rendah. Salah satunya adalah faktor emosional dan kenyamanan. Beberapa orang merasa lebih di hargai dan dominan dalam hubungan ketika pasangan mereka berada di bawah secara status. Selain itu cinta, perhatian dan kepribadian yang serasi seringkali di anggap lebih penting daripada latar belakang sosial. Bahkan dalam beberapa kasus, pasangan dengan status lebih rendah justru memberikan dukungan emosional yang lebih besar. Tentunya tidak ada yang memiliki ego terlalu tinggi sehingga hubungan menjadi lebih harmonis dan stabil.

Namun begitu fenomena ini juga bisa menimbulkan tantangan dalam hubungan. Karena perbedaan status sosial atau ekonomi dapat menimbulkan ketimpangan peran, rasa minder atau tekanan dari lingkungan sosial. Karena itu beberapa pasangan harus menghadapi anggapan negatif dari keluarga atau masyarakat yang belum terbiasa dengan model hubungan ini. Sehingga bagi pasangan hipogami penting untuk membangun komunikasi yang sehat dan saling menghargai peran masing-masing. Karena dengan begitu hubungan tetap bisa berjalan harmonis meskipun terdapat perbedaan status. Terlebih keberhasilan sebuah hubungan tidak hanya di tentukan oleh latar belakang sosial tetapi oleh kerja sama dan komitmen kedua belah pihak.

Mengapa Terjadi Fenomena Hipogami

Nah pertanyaan Mengapa Terjadi Fenomena Hipogami pasti akan selalu ada apalagi semakin banyak terjadi. Faktanya fenomena ini muncul sebagai bagian dari perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring berkembangnya zaman. Dulu pernikahan cenderung mengikuti pola tradisional di mana laki-laki di harapkan lebih unggul dalam hal pendidikan, ekonomi dan status sosial. Namun saat ini banyak perempuan yang memiliki pencapaian tinggi dalam karier dan pendidikan. Perubahan ini mendorong terjadinya pergeseran pola dalam memilih pasangan di mana status sosial atau ekonomi tidak lagi menjadi satu-satunya pertimbangan utama. Sehingga kedepannya hipogami pun menjadi lebih umum terjadi.

Lalu salah satu alasan utama terjadinya hipogami adalah kebutuhan emosional dan kesetaraan dalam hubungan. Banyak perempuan modern lebih mengutamakan kenyamanan emosional, komunikasi yang baik dan kesamaan nilai dalam memilih pasangan. Bahkan status sosial tidak lagi menjadi patokan utama karena hubungan yang sehat lebih bergantung pada rasa saling memahami dan dukungan emosional. Apalagi dalam banyak kasus, pria dengan status lebih rendah justru bisa menunjukkan empati, kerendahan hati dan dukungan yang kuat. Nah hal inilah yang membuat hubungan menjadi lebih stabil dan harmonis.

Kemudian faktor lainnya yang berpengaruh adalah minimnya pilihan pasangan dengan status lebih tinggi. Di kalangan perempuan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi mereka sering kesulitan menemukan pasangan pria dengan tingkat pendidikan atau pencapaian yang setara. Akibatnya mereka lebih terbuka terhadap pasangan dari latar belakang berbeda. Selain itu media dan budaya populer pun juga turut membentuk pandangan bahwa cinta tidak selalu mengikuti aturan status. Jadi dengan kata lain hipogami merupakan hasil dari dinamika baru dalam cara pandang masyarakat terhadap relasi dan pernikahan yang lebih fleksibel dan setara.

Sisi Negatif Dan Positifnya

Fenomena ini pun ternyata juga memiliki berbagai Sisi Negatif Dan Positifnya. Hipogami membawa berbagai dampak positif dalam hal memperluas perspektif tentang hubungan dan kesetaraan gender. Ketika seseorang memilih pasangan dengan status yang lebih rendah artinya itu menunjukkan bahwa cinta dan kebahagiaan tidak selalu di tentukan oleh latar belakang materi atau prestise. Hipogami juga dapat memperkuat hubungan jika di dasari oleh komunikasi yang sehat dan saling menghargai. Karena pasangan bisa saling melengkapi berdasarkan nilai-nilai yang lebih dalam seperti kesetiaan, pengertian dan empati. Termasuk dengan berbagi peran secara fleksibel dan membangun kehidupan bersama.

Lalu sisi negatif yang di bawa hipogami ialah perbedaan status menyebabkan ketidakseimbangan dalam hubungan. Salah satu dampaknya adalah munculnya rasa minder atau inferioritas dari pasangan yang berstatus lebih rendah. Hal ini bisa memicu konflik, kecemburuan atau ketidaknyamanan dalam menjalani peran dalam rumah tangga. Sebaliknya pasangan yang berstatus lebih tinggi bisa saja merasa lebih dominan atau memiliki ekspektasi lebih besar terhadap pasangan. Nah ini tentunya berisiko menimbulkan ketegangan emosional. Apalagi tekanan sosial dari keluarga atau lingkungan yang masih berpandangan tradisional bisa mempengaruhi kestabilan hubungan.

Karena itu dampak hipogami sangat bergantung pada cara pasangan menghadapi perbedaan di antara mereka. Jika keduanya mampu membangun komunikasi terbuka, saling menghargai dan tidak menjadikan status sebagai ukuran utama maka hubungan akan berkembang dengan sehat. Namun jika perbedaan status menjadi sumber konflik atau tekanan maka hubungan bisa menjadi rapuh. Sehingga setiap pasangan hipogami harus memahami bahwa keberhasilan hubungan lebih di tentukan oleh kerja sama dan kedewasaan. Termasuk dalam menyikapi perbedaan, bukan sekedar oleh kesetaraan status sosial.

Sudut Pandang Masyarakat Terhadap Hipogami

Kemudian bagaimana Sudut Pandang Masyarakat Terhadap Hipogami masih sangat beragam. Hal ini tergantung pada latar belakang budaya, pendidikan dan norma yang di anut. Di masyarakat tradisional pun sering di anggap tidak lazim atau bahkan di pandang negatif. Hal ini karena ada anggapan bahwa laki-laki seharusnya lebih tinggi dalam status sosial maupun ekonomi di bandingkan perempuan. Karena itu perempuan yang memilih pasangan dengan status lebih rendah sering mendapat penilaian miring atau di anggap menurunkan martabat.

Sangat berbeda dengan masyarakat yang lebih modern dan terbuka karena pandangan terhadap hipogami yang mulai bergeser. Banyak orang kini menilai bahwa keberhasilan hubungan tidak di tentukan oleh status sosial melainkan oleh kualitas komunikasi, rasa saling menghargai dan kesetiaan. Apalagi perempuan mandiri dan berpendidikan lebih berani mengambil keputusan sendiri dalam memilih pasangan tanpa terikat oleh konstruksi sosial yang membatasi. Sehingga hipogami di pandang sebagai bentuk kebebasan memilih berdasarkan kenyamanan dan kecocokan pribadi.

Jadi meskipun demikian tekanan sosial masih kerap menjadi tantangan bagi pasangan hipogami. Keluarga atau lingkungan bisa saja memberikan komentar atau perlakuan yang membuat hubungan terasa tidak nyaman. Sehingga pemahaman dan edukasi yang lebih luas di perlukan agar masyarakat bisa menerima bahwa cinta dan hubungan sehat tidak selalu harus mengikuti struktur sosial konvensional. Jadi sekianlah pembahasan kali ini mengenai ramainya Fenomena Hipogami.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait